Gadai BPKB

a68b64f0aeecd3d5d0001ca74b0c38ed

PTPP Anjlok! Prospek Saham 2025 & Rekomendasi Investasi Terbaru

PT PP Tbk (PTPP), salah satu emiten konstruksi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), menunjukkan kinerja yang merosot signifikan pada enam bulan pertama tahun 2025. Penurunan ini terutama disebabkan oleh pergeseran sumber dana perolehan proyek baru PTPP di periode tersebut.

PTPP mencatatkan pendapatan usaha sebesar Rp 6,7 triliun per semester I 2025. Angka ini menandakan penurunan tajam 23,7% secara tahunan (YoY) dibandingkan dengan pendapatan Rp 8,79 triliun di semester I 2024. Kontribusi terbesar terhadap pendapatan PTPP berasal dari segmen jasa konstruksi yang mencapai Rp 5,52 triliun. Disusul oleh segmen EPC dengan Rp 486,16 miliar, segmen properti dan realty Rp 326,74 miliar, serta segmen pendapatan keuangan atas konstruksi aset keuangan konsesi Rp 163,52 miliar. Segmen lainnya seperti jasa pertambangan menyumbang Rp 106,73 miliar, jalan tol Rp 33,87 miliar, energi Rp 28,85 miliar, persewaan peralatan Rp 27,17 miliar, dan pracetak Rp 8,99 miliar.

Di tengah penurunan pendapatan, PTPP berhasil mengantongi nilai kontrak baru sebesar Rp 9,37 triliun hingga Juni 2025. Capaian ini setara dengan 32,87% dari target pemasaran tahun 2025. Perolehan kontrak baru ini didominasi oleh proyek-proyek dengan sumber dana BUMN sebesar 46,29%, diikuti oleh swasta 31,73%, dan pemerintah 21,98%.

Penyebab Turunnya Kinerja

Corporate Secretary PTPP, Joko Raharjo, menjelaskan bahwa merosotnya pendapatan di semester I 2025 merupakan dampak dari pergeseran sumber perolehan proyek baru. Jika sebelumnya proyek didominasi anggaran infrastruktur pemerintah, kini lebih banyak berasal dari anggaran BUMN atau non-pemerintah. Menariknya, di sisi lain, laba bersih tahun berjalan PTPP justru sedikit meningkat dari Rp 50,97 miliar menjadi Rp 51,27 miliar per semester I 2025. Joko menyebutkan bahwa peningkatan tipis ini berkat kebijakan efisiensi ketat yang diterapkan perseroan, sehingga margin laba bersih terhadap pendapatan menjadi lebih baik dari tahun sebelumnya. Namun, perlu dicatat bahwa laba yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk (laba bersih PTPP) tercatat Rp 65,24 miliar per 30 Juni 2025, turun 55,61% YoY dari Rp 147 miliar di 30 Juni 2024. Joko juga menegaskan bahwa penurunan kinerja ini bukan karena absennya kucuran dana Penyertaan Modal Negara (PMN) dari pemerintah, mengingat PTPP tidak lagi menerima PMN sejak 2024 dan tetap mampu menjaga profitabilitas secara mandiri.

Analisis dari para pakar keuangan juga menguak sejumlah faktor di balik kinerja PTPP. CEO Edvisor Profina Visindo, Praska Putrantyo, menilai bahwa realisasi belanja infrastruktur pemerintah saat ini memang relatif rendah akibat keterbatasan fiskal. Selain itu, belanja pemerintah juga lebih fokus pada ketahanan sosial dan pangan, yang tentunya berdampak pada pendapatan hingga laba bersih PTPP.

PTPP sendiri di tahun 2025 ini tengah melakukan diversifikasi bisnis ke segmen jasa pertambangan. Segmen ini berkontribusi Rp 106,73 miliar ke pendapatan PTPP per semester I 2025, padahal sebelumnya nihil di periode yang sama tahun lalu. Meskipun persentasenya masih kecil terhadap total pendapatan, kontribusinya meningkat dari Rp 71,45 miliar per kuartal I 2025. Bahkan, proyek tambang telah menyumbang 10,17% dari total raihan nilai kontrak baru di tahun 2025. Namun, Praska mengingatkan bahwa sektor pertambangan saat ini cenderung lesu akibat harga komoditas yang kurang bergairah. Ia melihat peluang peningkatan kinerja jika PTPP berhasil mengunci kontrak pada sektor pertambangan yang masih berkembang, seperti nikel.

Senada, Analis Kanaka Hita Solvera, Andhika Cipta Labora, menyebutkan melambatnya aktivitas konstruksi karena adanya bulan Ramadan dan Lebaran di semester I, perang tarif, serta efisiensi yang dilakukan pemerintah sebagai penyebab penurunan kinerja PTPP. Ia juga menyoroti adanya kenaikan miscellaneous expense atau beban lain-lain yang tercatat Rp 379,38 miliar per semester I 2025, naik signifikan dari Rp 182,25 miliar di periode yang sama tahun lalu. Andhika pun pesimis bahwa diversifikasi bisnis PTPP ke segmen pertambangan akan mampu mendorong kinerja perseroan secara substansial tahun ini, mengingat kontribusinya yang masih sangat kecil.

Rekomendasi Saham

Memasuki paruh kedua tahun 2025, PTPP menempuh sejumlah strategi adaptif untuk meningkatkan kinerjanya. Strategi tersebut meliputi percepatan eksekusi proyek berjalan, penguatan arus kas operasional melalui percepatan pencairan piutang, serta optimalisasi sinergi BUMN Karya dan peluang sektor non-anggaran pemerintah. Hingga Juni 2025, PTPP memiliki 72 proyek yang sedang berjalan, termasuk 17 Proyek Strategis Nasional (PSN).

Terkait progres merger dengan PT Wijaya Karya Tbk (WIKA), manajemen PTPP masih menunggu proses dan hasil evaluasi dari Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara). Joko mengungkapkan bahwa saat ini masing-masing perusahaan diminta melakukan evaluasi kondisi perusahaan.

Praska Putrantyo melihat adanya potensi perbaikan kinerja PTPP di semester II 2025, terutama karena beberapa proyek perseroan masih dalam fase awal, sehingga bisa mulai tercatat perbaikannya pada pendapatan di kuartal IV 2025. Untuk isu merger dengan WIKA, ia menekankan perlunya perhatian pada proses dan harus dibarengi dengan restrukturisasi yang menyeluruh.

Andhika Cipta Labora juga sependapat mengenai potensi perbaikan kinerja PTPP di semester II. Ia melihat dorongan positif dari penurunan suku bunga Bank Indonesia (BI) sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,25% pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) Juli 2025. Selain itu, potensi pemangkasan suku bunga oleh The Fed di Amerika Serikat akan membuka ruang bagi BI untuk kembali memangkas suku bunga, yang pada akhirnya dapat mengurangi beban bunga PTPP.

Melihat kondisi dan prospek tersebut, Andhika menyarankan investor untuk wait and see terhadap saham PTPP mengingat harganya yang masih bergerak sideways. Sementara itu, Praska merekomendasikan untuk hold saham PTPP dengan target harga Rp 450 per saham.