Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto telah menetapkan target ambisius untuk efisiensi rantai pasok nasional, bertekad menurunkan biaya logistik nasional hingga 8 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2030. Target ini merupakan penurunan signifikan dari angka saat ini yang berada di kisaran 14,5 persen, dengan sasaran antara 12,5 persen sebelum mencapai target akhir. Demikian disampaikan Airlangga di Graha Sawala, Jakarta Pusat, pada Rabu, 2 Juli 2025.
Target ambisius tahun 2030 ini, menurut Airlangga, jauh lebih cepat dibandingkan proyeksi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) yang mematok pencapaian serupa pada tahun 2045. Ia menekankan pentingnya Indonesia untuk segera memangkas biaya logistik agar tidak tertinggal dari negara-negara ASEAN yang mayoritas telah berhasil menekan biaya logistik di bawah angka 10 persen, demi meningkatkan daya saing Indonesia di kancah global.
Sebagai langkah konkret, pemerintah berencana untuk menerbitkan paket deregulasi kebijakan logistik pada November 2025. Salah satu poin krusial dalam paket ini adalah perubahan rasio harga ekspor dan impor dari skema ekspor Free On Board (FOB) dan impor Cost, Insurance, and Freight (CIF). Airlangga menjelaskan, “CIF impor ya tetap CIF. Enggak apa-apa itu secara par value. Tetapi kalau ekspor kita FOB, impornya CIF, kan kita kasih makan kepada pihak lain,” menyoroti upaya untuk mengoptimalkan keuntungan nasional dalam transaksi perdagangan.
Penurunan biaya logistik ini, menurut Airlangga, akan secara signifikan memperkuat daya saing Indonesia di pasar global. Dampak positifnya bahkan mampu mengkompensasi tekanan akibat “perang tarif” yang bersifat sementara, di mana seringkali dikenakan biaya tambahan sekitar 10 persen.
Selain deregulasi, pemerintah juga tengah menyusun rancangan Peraturan Presiden (Perpres) yang berfokus pada penguatan sistem logistik nasional. Perpres ini akan mencakup tiga pokok kebijakan utama: pertama, penguatan infrastruktur konektivitas logistik untuk memperlancar arus barang; kedua, integrasi dan digitalisasi layanan logistik untuk efisiensi; serta ketiga, peningkatan daya saing Sumber Daya Manusia (SDM) dan penyedia jasa logistik guna memastikan kualitas layanan.
Dalam upaya mencapai efisiensi ini, Airlangga juga menyoroti pentingnya kemitraan ekonomi antarnegara. Dengan pasar yang lebih terbuka dan sistem logistik yang semakin efisien, ia meyakini masyarakat akan semakin mudah mengakses barang dengan harga yang lebih terjangkau, mendorong kesejahteraan.
Secara keseluruhan, Airlangga menegaskan bahwa efisiensi logistik memiliki dampak langsung dan positif terhadap pertumbuhan ekonomi. “Ekonomi tumbuh akan mendorong investasi, investasi tumbuh akan menciptakan lapangan kerja,” pungkasnya, menggambarkan siklus positif yang diharapkan dari perbaikan sektor logistik di Indonesia.
Pilihan editor: Sebab-sebab Pertumbuhan Industri Mikro dan Kecil Melambat