
OTORITAS Jasa Keuangan (OJK) memberlakukan kebijakan khusus terhadap nasabah penerima layanan kredit dan pembiayaan atau debitur terdampak bencana di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menyatakan kebijakan itu diambil usai otoritas melakukan asesmen terhadap kondisi di lapangan yang menunjukkan bencana tersebut memengaruhi roda perekonomian daerah secara signifikan dan berdampak langsung pada kemampuan membayar para debitur.
“Pemberian perlakuan khusus dilakukan sebagai bagian dari mitigasi risiko agar bencana tidak berdampak sistemik serta untuk mendukung percepatan pemulihan aktivitas ekonomi di daerah-daerah itu,” kata Mahendra dalam konferensi pers bertema “Hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) November 2025” di Jakarta pada Kamis, 11 Desember 2025, seperti dikutip dari Antara.
Perlakuan khusus itu mengacu pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2022 tentang Perlakuan Khusus untuk Lembaga Jasa Keuangan Pada Daerah dan Sektor Tertentu di Indonesia yang Terkena Dampak Bencana.
Adapun yang diatur dalam perlakuan khusus itu meliputi penilaian kualitas kredit dan pembiayaan berdasarkan ketepatan pembayaran (satu pilar) untuk plafon sampai dengan Rp 10 miliar. OJK juga memberikan penetapan kualitas lancar atas kredit dan pembiayaan yang direstrukturisasi, baik yang disalurkan sebelum maupun setelah debitur terkena dampak bencana.
“Untuk penyelenggara LPBBTI (layanan pendanaan bersama berbasis teknologi informasi) atau pindar, pinjaman daring, restrukturisasi dapat dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dari pemberi dana,” kata Mahendra.
Selain itu, perlakukan khusus lainnya yang diberikan adalah diperbolehkannya penyaluran pembiayaan baru terhadap debitur yang terkena dampak bencana dengan penetapan kualitas kredit secara terpisah untuk kredit/pembiayaan/penyediaan dana lain baru dan tidak menerapkan one obligor.
Mahendra menjelaskan, kebijakan bagi debitur terdampak bencana di Sumatera tersebut berlaku selama tiga tahun terhitung sejak tanggal penetapan, yakni 10 Desember 2025.
Di sektor perasuransian, OJK juga telah menginstruksikan perusahaan asuransi untuk melakukan layanan jemput bola melalui pemetaan pemegang polis terdampak dan menyederhanakan proses klaim untuk membantu pemulihan kerugian yang dialami masyarakat. Selain nasabah, kelonggaran administratif juga diberikan bagi pelaku jasa keuangan di wilayah bencana, yakni perpanjangan batas waktu penyampaian laporan bulanan selama 10 hari kerja.
Untuk laporan Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) periode data November 2025, kata Mahendra, batas waktu penyampaian yang semula 12 Desember 2025 diundur menjadi 30 Desember 2025. “Kebijakan relaksasi ini diharapkan dapat memastikan aktivitas pelaporan tetap berjalan tanpa bebani operasional OJK dan atau pelapor SLIK SLIK yang terdampak langsung bencana.”
Chief Economist Permata Bank Josua Pardede menilai dengan kelonggaran penilaian kualitas dan ruang restrukturisasi, bank dapat mempertahankan status lancar selama debitur masih kooperatif dan menunjukkan prospek usaha yang dapat dipulihkan. Namun, kata dia, kebijakan ini tidak menghilangkan risiko kredit. Ia pun menilai bank harus melakukan pemetaan debitur terdampak secara rinci dan menentukan skema restrukturasi yang tepat.
Dampak lainnya adalah pemulihan ekonomi pascabencana. Menurut Josua, pemutihan kredit bisa menjaga daya ungkit sektor keuangan terhadap aktivitas riil. Ia menyebut kelonggaran kredit akan membuat rumah tangga memiliki ruang bernapas untuk memulihkan tempat tinggal, mengganti perabotan, dan memenuhi kebutuhan dasar tanpa langsung terjerat gagal bayar.
“Bagi pelaku usaha, terutama mikro, kecil, dan menengah yang menjadi tulang punggung perekonomian daerah, restrukturisasi kredit dan peluang memperoleh pembiayaan baru membantu mereka membeli kembali bahan baku, memperbaiki mesin atau kendaraan operasional, serta membuka kembali usaha,” ucap Josua. Ia menyebutkan ketika roda usaha kembali bergerak, proses pemulihan ekonomi menjadi lebih cepat dan merata.
Sebelummya, Presiden Prabowo Subianto mengatakan pemerintah akan menghapus utang Kredit Usaha Rakyat (KUR) bagi petani Aceh yang terdampak bencana banjir dan longsor. Tidak hanya itu, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan akan merestrukturisasi dan menghapus kredit macet pelaku UMKM di wilayah terdampak banjir Sumatera.
“Regulasinya sudah ada dan itu bisa berlaku otomatis,” kata Airlangga di Jakarta, Kamis, 4 Desember 2025. Soal perekonomian wilayah, politikus Golkar itu memperkirakan pertumbuhan ekonomi di daerah terdampak banjir Sumatera akan melemah. Namun, Airlangga menyatakan pemerintah akan terus memacu pertumbuhan ekonomi di wilayah lain sehingga bisa mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar maksimum 5,6 persen.
Alfitria Nefi Pratiwi berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Pilihan Editor: Bagaimana Asuransi Menanggung Klaim Bencana Sumatera
