
CENTER for Indonesia’s Strategic Development Initiatives menyayangkan keputusan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menunda penerapan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) pada 2026. Keputusan tersebut diambil Purbaya dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi yang belum membaik.
“Keputusan pemerintah untuk kembali menunda cukai MBDK dengan berpatokan pada target pertumbuhan ekonomi 6 persen sangat disayangkan,” kata Project Lead for Food Policy CISDI Nida Adzilah Auliani dalam keterangan resmi pada Senin, 15 Desember 2025. Ia mengatakan minuman berpemanis bukan kebutuhan pokok masyarakat dan justru menjadi faktor risiko meningkatnya beban kesehatan secara jangka panjang.
Menurut Nida, kekhawatiran pemerintah mengenai dampak negatif cukai MBDK terhadap ekonomi kurang beralasan. Sebab, studi CISDI pada 2024 menunjukkan Indonesia justru berpotensi menghemat Rp 24,9 triliun biaya pengobatan diabetes tipe 2 dan Rp 15,7 triliun kerugian akibat hilangnya produktivitas ekonomi dengan memberlakukan cukai minuman manis.
“Jika ditotal berdasarkan perhitungan Disability-Adjusted Life Years (DALYs) di atas, penundaan cukai minuman manis berpotensi menimbulkan kerugian negara hingga Rp 40,6 triliun akibat diabetes tipe 2,” ujar Nida. Ia menyebutkan, jika dihitung bersama penyakit tidak menular lainnya, dampak kesehatan dan ekonomi dipastikan jauh lebih besar.
Nida menilai kebutuhan penerapan cukai MBDK semakin mendesak karena konsumsi minuman manis di Indonesia sudah mengkhawatirkan. Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional Susenas 2024, sebanyak 68,1 persen atau setara dengan 93,5 juta rumah tangga di Indonesia mengonsumsi MBDK.
Penundaan cukai MBDK diungkapkan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dalam rapat kerja bersama Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat. Dalamr rapat itu, Purbaya mengatakan cukai MBDK baru akan diterapkan bila ekonomi sudah membaik.
“Saya pikir kalau ekonomi sudah tumbuh 6 persen lebih kami akan datang ke sini untuk mendiskusikan cukai seperti apa yang pantas diterapkan,” kata Purbaya di Gedung DPR, Senin, 8 Desember 2025.
Pilihan Editor: Bisakah Ekonomi Rekreasional Mengungkit Pertumbuhan
