Gadai BPKB

5894e0970e0ecb470a911457e09786ca

Bahlil soal Nasib RUU Migas dan RUU EBT: Kalau DPR Mau Gas, Silakan

AA1QcPO6

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia menyatakan penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Migas dan RUU Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) merupakan inisiatif DPR. Pemerintah, kata dia, saat ini memfokuskan diri pada pencapaian target yang telah ditetapkan dalam APBN.

“RUU itu inisiatifnya DPR. Kalau mau gas, gas saja. Jangan bola pingpong. Saya fokus menjalankan perintah Presiden Prabowo dan mencapai KPI yang sudah ditetapkan,” ujar Bahlil dalam rapat kerja dengan Komisi XII DPR pada Selasa, 11 November 2025.

Hal itu menanggapi pernyataan Komisi XII DPR RI Dipo Nusantara Pua Upa yang menyoroti perlunya harmonisasi regulasi sektor energi agar sejalan dengan agenda transisi energi dan target net zero emission pada 2060. Ia menilai aturan setingkat undang-undang penting sebagai dasar kebijakan yang jelas dan terarah.

Legislator Partai Kebangkitan Bangsa itu mempertanyakan peran Biro Hukum Kementerian ESDM dalam menyiapkan kebijakan yang mendukung transformasi energi, termasuk penyusunan peta jalan harmonisasi regulasi untuk mempercepat investasi energi baru terbarukan (EBT).

Ia juga menekankan pentingnya penyederhanaan perizinan sektor sumber daya mineral agar program strategis nasional pada 2025 tidak terhambat, serta meminta agar kebijakan energi memiliki kepastian hukum, terutama terkait tarif dan skema bagi hasil migas.

Lebih jauh, Bahlil menyatakan kedua RUU tersebut penting untuk memperkuat ketahanan energi dalam jangka panjang, dengan catatan koordinasi dan sinkronisasi tetap dijaga. “Saya berpandangan dua RUU ini baik untuk masa depan energi. Tapi untuk sekarang saya fokus pada target pemerintah.”

RUU Migas dan RUU EBT masuk dalam program legislasi nasional jangka menengah 2025. Sebelumnya, pembahasan kedua aturan ini sempat berjalan di Komisi VII pada 2024, namun belum mencapai tahap pengesahan.

DPR menyatakan pembahasan revisi Undang-Undang Migas akan dimulai akhir tahun ini. Anggota Komisi XII Eddy Soeparno menuturkan revisi tersebut antara lain akan menghadirkan badan baru pengganti SKK Migas dan menyentuh lebih dari 50 persen substansi undang-undang yang berlaku saat ini.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi XII, Sugeng Suparwoto, menyebut revisi tersebut merupakan tindak lanjut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-X/2012, yang memerintahkan pembentukan badan usaha khusus pengelola hulu migas sekaligus perbaikan tata kelola lifting minyak nasional.

“Dalam putusannya, MK memerintahkan harus dibentuk yang namanya badan usaha khusus, inilah yang sedang kita bahas tadi. Dan kedua harus ada pengaturan agar lifting minyak dan perbaikan di sektor hulu,” ujarnya saat ditemui di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 15 Juli 2025.

Pilihan Editor: Alasan Menteri Bahlil Melegalkan Sumur Minyak Tradisional