
PEMERINTAH menargetkan penghentian impor solar pada 2026. Realisasi target tersebut bergantung pada beroperasinya proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) Kilang Balikpapan.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyatakan, jika RDMP Balikpapan beroperasi penuh, kapasitas produksi solar dalam negeri akan melampaui kebutuhan nasional. Kondisi tersebut membuka peluang terwujudnya swasembada Solar.
“Solar nanti tahun 2026 itu, kalau RDMP kita sudah jadi, kita akan surplus kurang lebih sekitar 3 sampai 4 juta kiloliter. Jadi agenda kami di 2026 itu tidak ada impor solar lagi,” kata Bahlil dikutip dari keterangan tertulis, Selasa, 30 Desember 2025.
Meski optimistis, Bahlil mengatakan penghentian impor solar tetap menyesuaikan kesiapan infrastruktur kilang dan jadwal operasional yang ditetapkan PT Pertamina (Persero). Kementerian ESDM, kata dia, terus berkoordinasi dengan Pertamina untuk memastikan kesiapan teknis di lapangan.
Menurut Bahlil, apabila RDMP Balikpapan baru beroperasi penuh pada Maret 2026, maka impor solar masih berpotensi dilakukan secara terbatas pada awal tahun guna menjaga ketahanan stok nasional.
“Tergantung dari Pertamina ya. Kalau katakanlah bulan Maret baru bisa beroperasi penuh, berarti Januari dan Februari mungkin masih ada sedikit impor yang kita eksekusi. Kalau memang Januari-Februari tidak perlu impor, ya tidak usah,” katanya.
Selain mengejar swasembada, pemerintah juga menyiapkan langkah peningkatan mutu solar di dalam negeri. Saat ini, solar yang beredar memiliki angka setana 51. Ke depan, pemerintah menargetkan kualitas BBM setara dengan standar Euro 5.
Bahlil mengakui peningkatan kualitas tersebut masih menghadapi kendala kesiapan infrastruktur kilang. Namun, ia memastikan pemerintah berkomitmen melakukan pembaruan teknologi agar standar lingkungan yang lebih baik dapat dicapai.
RDMP Kilang Balikpapan merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN) dengan nilai investasi sekitar US$ 7,4 miliar atau setara Rp126 triliun. Proyek ini menjadi salah satu investasi terbesar yang dijalankan BUMN di sektor energi, dengan tujuan utama mengurangi ketergantungan impor BBM dan memperkuat ketahanan energi nasional.
Proyek RDMP ini dikerjakan PT Kilang Pertamina Internasional sejak 2017. Dua tahun berselang, Pertamina membentuk anak perusahaan untuk mengelola proyek ini, yakni PT Kilang Pertamina Balikpapan.
Proyek ini akan meningkatkan kapasitas pengolahan minyak mentah dari sekitar 260 ribu barel per hari menjadi 360 ribu barel per hari.
Pejabat Sementara Corporate Secretary Kilang Pertamina Internasional Milla Suciyani menyebutkan, kilang juga memproduksi BBM berkualitas Euro V, dengan kandungan sulfur maksimal 10 parts per million. Adapun kualitas BBM di Indonesia saat ini masih Euro III atau IV.
Selain itu, RDMP Balikpapan memungkinkan kilang Balikpapan menghasilkan produk petrokimia sekitar 283 ribu ton per tahun. Melalui proyek RDMP Balikpapan, Kilang Balikpapan akan mampu menghasilkan produk petrokimia berupa propilena dan sulfur.
Jumlah produksi petrokimia yang akan dihasilkan dari Kilang Balikpapan diproyeksikan mencapai 283 ribu ton per tahun, produk propilena sekitar 225 ton per tahun, dan sisanya produk sulfur.
RDMP Balikpapan juga memproduksi propilena, bahan baku utama dalam industri plastik, tekstil, dan berbagai produk kimia lain. Untuk memperkuat manajemen inventori produk propilena, Kilang Pertamina Internasional bahkan membangun delapan tangki baru berbentuk bola untuk menyimpan produk propilena berbentuk gas.
Han Revanda Putra berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Pilihan Editor: Mengapa Pemerintah Kecolongan Terus Mencegah Kecurangan Distribusi MinyaKita
