
CHIEF Investment Officer Danantara Indonesia Pandu Sjahrir memastikan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa ikut dalam negosiasi untuk meresturkturisasi utang Kereta Cepat Jakarta-Bandung atau Whoosh dengan Cina. Purbaya dilibatkan setelah pemerintah menyatakan akan menggunakan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) untuk menalangi utang Whoosh.
Rencana mengajak Purbaya diungkap Pandu seusai menghadiri Antara Business Forum di Jakarta, Rabu, 19 November 2025. “Iya dong (diajak), Pak Purbaya kan Menteri Keuangan, dia tentu akan masuk di sana,” ucap Pandu.
Ia tak menjelaskan secara rinci kapan rencana negosiasi dengan pihak Cina dilakukan. Namun ia memastikan resturkturisasi akan dilakukan sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto.
Purbaya sempat menyatakan ia berharap ikut dilibatkan dalam negosiasi utang kereta cepat untuk memastikan keuangan tak mengalami kerugian yang besar.“Makanya saya bilang kalau nanti mereka (Danantara) diskusi dengan sana (Cina) saya ikut. Saya mau lihat, jangan sampai saya rugi-rugi amat. Tapi kita lihat yang terbaik buat negara ini,” ujar Purbaya dalam media briefing di kantor Kementerian Keuangan, Jumat, 14 November 2025.
Secara pribadi, Purbaya tak ingin utang Whoosh ditanggung oleh anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). “Kalau saya mending enggak bayar,” ujarnya. Namun ia tetap menyerahkan keputusan kepada pemimpin tertinggi, yakni Presiden Prabowo Subianto.
Pemerintah saat ini sedang mengkaji opsi menangani utang dan kerugian keuangan kereta cepat. Berdasarkan diskusi yang sudah dilakukan, pemerintah bakal menanggung infrastruktur Whoosh, sedangkan Danantara akan menangani operasional atau sarana kereta. Meski demikian belum ada keputusan final soal skema tersebut.
Akhir Oktober lalu, Chief Operating Officer Danantara Indonesia Dony Oskaria memastikan restrukturasi utang ditargetkan rampung tahun ini. Menurut Dony, Danantara akan berangkat ke Cina dalam waktu dekat untuk menegosiasikan ketentuan dari pembayaran pinjaman.
“Ini menjadi poin negosiasi kami, berkaitan dengan jangka waktu pinjaman, suku bunga, kemudian juga ada beberapa mata uang yang akan kami diskusikan dengan mereka,” kata Dony kepada wartawan di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis, 23 Oktober 2025.
Sejak dibangun pada 2016, proyek kereta cepat menelan total biaya US$ 7,2 miliar atau setara dengan Rp 120 triliun (kurs 16.707 per dolar Amerika Serikat). Terdiri atas investasi awal US$ 6,02 miliar dan pembengkakan (cost overrun) US$ 1,21 miliar.
Sebanyak 75 persen pendanaan diperoleh dari pinjaman China Development Bank dan 25 persen sisanya dari ekuitas PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC). Konsorsium PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) menguasai 60 persen saham KCIC. Sedangkan 40 persen sisanya dipegang konsorsium Cina, Beijing Yawan HSR Co Ltd.
Anastasya Lavenia dan Han Revanda berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Pilihan Editor: Mengapa Keuangan KCIC Positif Tapi Whoosh Masih Rugi