Categories: Finance

AI Tak Lagi Jadi Penopang, Saham Teknologi AS Mulai Tertekan

NEW YORK, KOMPAS.com – Pasar saham Amerika Serikat (AS) kembali tertekan menjelang akhir tahun 2025. Investor mulai mempertanyakan valuasi saham berbasis kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) serta kepastian pemangkasan suku bunga oleh The Federal Reserve (The Fed).

Sepanjang pekan ini, pasar terus melemah meski indeks saham rebound pada perdagangan Jumat. Hingga penutupan akhir pekan, S&P 500 turun 4 persen dan Nasdaq Composite terkoreksi 7 persen dari posisi tertinggi yang dicapai pada akhir Oktober.

Reli saham sejak April yang ditopang optimisme terhadap AI dan ekspektasi penurunan suku bunga kini berubah menjadi sikap lebih berhati-hati. Investor memperkirakan kondisi pasar akan lebih bergejolak selama periode liburan.

Baca juga: Wall Street Ditutup Melemah, Saham Teknologi dan Data Tenaga Kerja AS Jadi Pemicunya

“Sepertinya kita mendekati musim liburan yang volatile,” ujar Eric Kuby, Chief Investment Officer North Star Investment Management, Chicago dikutip dari Reuters, Minggu (23/11/2025).

“Tanpa pemangkasan suku bunga dan dengan kekhawatiran baru, ini tampaknya akan menjadi musim liburan yang lebih sulit dari perkiraan,” lanjut dia. 

Volatilitas Meningkat

Volatilitas pasar naik signifikan pekan ini. Pada Kamis, pergerakan intraday S&P 500 dan Nasdaq tercatat terbesar sejak pengumuman tarif era Presiden Donald Trump pada April lalu.

Meski sedikit terkoreksi pada Jumat, indeks Cboe Volatility Index (VIX) tetap berada di atas level 20, mencerminkan kekhawatiran investor. Kurva VIX futures juga terlihat lebih datar dari biasanya, yang menunjukkan pasar memperkirakan volatilitas akan bertahan.

Baca juga: Saham Wall Street Turun Tajam, S&P 500 dan Nasdaq Tembus di Bawah Indikator Teknis Penting

Koreksi pasar disebut sebagian analis sebagai proses normalisasi setelah reli panjang. Sejak April hingga akhir Oktober, S&P 500 naik 38 persen dari posisi terendah tahun ini.

Menurut Keith Lerner, Chief Investment Officer Truist Advisory Services, penurunan 5 persen pada Kamis merupakan koreksi pertama sebesar itu dalam 149 hari. Secara historis, penurunan 5 persen terjadi rata-rata setiap 77 hari sejak 2010.

Rasio harga terhadap pendapatan (price to earnings/P/E) S&P 500 berdasarkan estimasi 12 bulan kini turun menjadi 21,8 dari sebelumnya 23,5 sebulan lalu. Namun level ini masih di atas rata-rata 10 tahun sebesar 18,8.

“Ekspektasi pasar kini sedang di-reset. Keraguan dan ketidakpastian masih bisa berlanjut,” ujar Lerner.

JPMorgan mencatat investor ritel mulai menunjukkan tanda kelelahan setelah sebelumnya agresif membeli saham saat harga turun.

“Investor ritel tidak berkontribusi pada aksi jual, tetapi juga tidak agresif membeli saat pasar turun,” tulis analis JPMorgan.

Baca juga: Wall Street Anjlok, Kekhawatiran Inflasi dan Sikap The Fed Tekan Saham Teknologi

The Fed Jadi Penentu

Pasar kini menunggu keputusan suku bunga dalam rapat kebijakan The Fed pada 9–10 Desember. Hingga akhir Oktober, pasar memperkirakan pemangkasan suku bunga hampir pasti terjadi, namun peluang tersebut kini menurun.

Data tenaga kerja yang dirilis Kamis menunjukkan pertumbuhan pekerjaan meningkat, tetapi tingkat pengangguran mencapai level tertinggi dalam empat tahun.

Presiden The Fed New York, John Williams, menyampaikan bahwa pemangkasan suku bunga masih memungkinkan dilakukan “dalam waktu dekat”. Namun hingga penutupan Jumat, peluang pemangkasan Desember masih setara “lempar koin”.

“Itu mungkin tidak terjadi sampai The Fed kembali jelas berada dalam mode pemangkasan suku bunga,” ujar Yung-Yu Ma, Chief Investment Strategist PNC Financial Services Group.

“Itu bisa terjadi segera, tetapi mungkin bukan akhir tahun ini,” kata dia.

Baca juga: Pasar Saham Mulai Beri Sinyal Balik Arah, Apa Pemicunya?

Saham Teknologi Jadi Tekanan Utama

Saham teknologi menjadi sektor yang paling tertekan. Perusahaan seperti Oracle dan Palantir Technologies, yang sebelumnya diuntungkan dari tren AI, mencatat penurunan besar.

Laporan keuangan kuat dari Nvidia, perusahaan kunci dalam pengembangan chip AI, gagal menopang pasar. Saham Nvidia justru turun pada Kamis setelah laporan dirilis.

“Itu menunjukkan bahwa investor masih berhati-hati. Mereka butuh waktu untuk menyesuaikan posisi,” ujar Don Nesbitt, Senior Portfolio Manager F/m Investments. 

Masih Ada Peluang

Secara historis, periode akhir tahun cenderung positif untuk pasar saham. Sejak 1928, Desember menjadi bulan terbaik ketiga dengan kenaikan rata-rata 1,28 persen.

Ketika November melemah, Desember secara historis mencatat kenaikan hampir dua kali lipat rata-rata, menurut data CFRA sejak Perang Dunia II.

Baca juga: Wall Street Melemah, Tekanan Valuasi Saham Teknologi Kian Terasa

Beberapa investor melihat koreksi ini sebagai peluang. Nesbitt menilai valuasi saham teknologi mulai terlihat menarik.

Sementara itu, Jack Ablin, Chief Investment Officer Cresset Capital, menyebut investor enggan menjual saham pemenang untuk menghindari pajak atas capital gain.

“Saya tidak melihat investor lari dari pasar. Mereka ingin tetap berada di pasar dan mencari peluang,” kata Ablin.