PUNGUTAN cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) sudah diterapkan di tujuh negara kawasan Asia Tenggara. Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menyatakan rencana implementasi cukai MBDK untuk Indonesia masih dalam tahap pembahasan antar kementerian/lembaga.
Tujuh negara Asia Tenggara yang sudah memberlakukan cukai MBDK adalah Kamboja, Laos, Brunei, Thailand, Filipina, Malaysia, dan Timor Leste. Berdasarkan paparan Febrio dalam rapat dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat, rata-rata tarif yang diterapkan negara-negara kawasan ASEAN itu sekitar Rp 1.771 per liter.
Tarif rata-rata itu bisa jadi patokan untuk menilai tahapan implementasi. “Nanti ini akan menjadi acuan pentahapannya ketika kita punya ruang untuk menetapkan ini sebagai sumber penerimaan negara sekaligus sebagai instrumen untuk mengendalikan konsumsi,” ujar Febrio di gedung DPR, Jakarta, Senin, 17 November 2025.
Pembahasan cukai MBDK sudah berlangsung sejak 2019. Target penerimaan negara bahkan sudah masuk dalam postur anggaran pendapatan dan belanja negara atau APBN sejak 2022. Namun implementasinya terus tertunda. Kriteria cukai minuman berpemanis juga dibahas dalam Undang-Undang APBN 2026, yakni minuman siap dikonsumsi atau ready to drink dan konsentrat dalam kemasan untuk penjualan eceran.
Namun Ferbio belum bisa memastikan apakah pungutan bakal resmi diterapkan tahun depan. Ia menegaskan penerapan pungutan menunggu target pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja tercapai.
Selain itu, pemerintah juga memepertimbangkan faktor kesiapan industri. Berdasarkan data yang diterima dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin), sektor manufaktur makanan dan minuman mempekerjakan sekitar 6,3 juta orang.
“Jadi memang sektor ini labor intensif, sehingga kita memang harus mendengarkan pembina teknis, khususnya dari Kemenperin. Itu akan jadi faktor yang akan kami laporkan lagi bagaimana menyikapinya,” ujarnya.
Pilihan Editor: Jalan Mundur Cukai Minuman Berpemanis
