Categories: Finance

6 Pabrik Tekstil Disebut Tertekan Imbas Barang Impor

ASOSIASI Produsen Serat & Benang Filamen Indonesia (APSyFI) menyatakan produksi industri hulu tekstil sedang menurun tajam. Sepanjang 2025, APSyFI mencatat ada lima pabrik tekstil yang telah menutup usahanya.

Sekretaris Jenderal APSyFI Farhan Aqil Syauqi mengatakan dari jumlah pabrik yang tutup itu setidaknya ada tiga ribu pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). “Tutupnya lima perusahaan tersebut disebabkan kerugian serius akibat penjualan yang tidak maksimal di pasar domestik. Banjirnya produk impor dengan harga dumping berupa kain dan benang jadi faktor utama tutupnya perusahaan ini,” katanya dalam keterangan tertulis, Jumat, 28 November 2025.

Farhan mengatakan fenomena ini menjadi tanda deindustrialisasi. Dia mengatakan kelima perusahaan yang tutup itu meliputi PT Polychem Indonesia yang memproduksi tekstil di Karawang dan Tangerang, PT Asia Pacific Fibers yang memproduksi serat polyester di Karawang, PT Rayon Utama Makmur yang merupakan bagian Sritex Group yang memproduksi serat rayon, dan PT Susilia Indah Synthetics Fiber Industries (Sulindafin) yang memproduksi serat dan benang polyester di Tangerang.

Di samping itu, Farhan mengatakan saat ini masih ada enam pabrik yang kapasitas produksinya sudah di bawah 50 persen, bahkan ada yang on-off. “Ada lima mesin polimerisasi sudah stop, tidak produksi lagi,” ucap Farhan.

Farhan mengatakan kondisi ini bisa saja terjadi lagi pada tahun depan apabila pemerintah tidak mengontrol impor tekstil. Kontrol itu termasuk membuka secara transparan tentang penerima kuota impor terbanyak yang menyebabkan banjir produk di pasar domestik saat ini.

Menurut Farhan, data penerima jatah impor ini seharusnya ada di Direktorat Bea Cukai. Karena itu, tidak sulit bagi pemerintah untuk mengambil langkah dari temuan ini. “Ini kami tinggal tunggu action-nya saja. Karena jika tidak ada tindakan korektif, enam perusahaan lainnya akan menyusul bangkrut karena tidak bisa menjual produknya di pasar domestik,” ujarnya.

Selain itu, Farhan menambahkan, anggota APSyFI saat ini tidak bisa menentukan rencana produksi pada tahun depan karena tidak ada transparansi kuota impor dari pemerintah. Dia mengatakan deindustrialisasi sekarang sudah benar-benar terjadi.

Di sisi lain, Farhan mengapresiasi langkah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang berkomitmen untuk menghentikan laju impor ilegal. Penyelidikan impor thrifting (barang bekas impor) diyakini bisa membongkar praktik kecurangan dalam mekanisme tata niaga impor. “Dalam impor thrifthing itu bisa ketahuan siapa pengimpornya hingga backing-nya. Penegak hukum juga bisa didalami siapa menyebabkan kerugian negara, kami meyakini bahwa birokrat yang terlibat sama-sama saja dan sudah terafiliasi dengan matang,” kata Farhan.

Pilihan Editor: Penyebab Bisnis Industri Tekstil Makin Lesu

Published by
admin